Konsistensi Pasar Board Game Lokal Bantu Melejitnya Industri Board Game di Jepang
- HeadlineKabar IndustriPlaySpace
- May 20, 2019
- 408
- 4 minutes read
Tumbuh kembangnya industri board game di suatu negara tentu bukan suatu hal yang tiba-tiba. Semua ada sebabnya. Takashi Hamada, seorang perancang board game asal Jepang sempat berbagi cerita bagaimana industri board game di Jepang bisa tumbuh. Sesi sharing ini ia sampaikan saat menjadi narasumber pada ajang Board Game Talk #2 di Solo dan Bandung.
Baca juga: Board Game Talk #2: Memaksimalkan Potensi Board Game dengan Teknologi
Menurutnya, industri board game di negara matahari terbit mulai tumbuh karena ada pasar board game lokal yang rutin digelar setiap tahun. Awalnya pasar tersebut hanya berlangsung di ibukota, yaitu Tokyo, dengan sebutan Tokyo Game Market (TGM).
TGM pertama kali muncul di tengah-tengah kota Tokyo pada tahun 2000. Event pertama hanya berhasil menarik 400 pengunjung. Perlahan, jumlah pengunjung meningkat kurang lebih 100 kepala setiap tahunnya hingga tahun 2009 yang mencetak 1.350 pengunjung.
Setelahnya terjadi lonjakan yang cukup besar. Salah satu alasannya mungkin karena TGM digelar sebanyak dua kali dalam setahun, yaitu pada musim semi dan musim gugur. Alhasil, pada tahun 2011 jumlah pengunjung sudah mencapai angka 3.000. Tahun 2014 jumlahnya meningkat pesat menjadi 7.200 pengunjung. Data terakhir, TGM tahun lalu jumlahnya menembus 12.000 pengunjung dalam satu musim.
“Rata-rata untuk penerbit baru (indie) mereka membawa 100 box per judul,” ungkap Hamada-san. Kebanyakan board game buatan perancang lokal dijual dengan harga dikisaran 2.000-2.500 Yen.
Sejak tahun 2012, pasar board game lokal merambah ke kota lainnya. Cabang yang pertama adalah Osaka Game Market. Lalu Kobe Game Market yang menyusul di tahun 2016. Keduanya saat ini masih dilangsungkan setahun sekali.
“Kebanyakan produk yang dipamerkan terjual habis. Kalau dikalkulasi setiap penerbit mendapat 100 box dikali 2.500 Yen, mereka meraup 250.000 Yen,” Lanjut Hamada-san. “Belum lagi kalau penerbit atau gamenya sangat potensial, satu judul bisa terjual 1.000 kopi dalam sehari.” Terangnya.
Jika dikonversikan dalam Rupiah, berarti untuk penerbit indie bisa menghasilkan Rp32 Juta dan Rp3,2 Milyar untuk yang populer. Wah, menguntungkan ya!
Pantas saja industri board game di negeri sakura bisa melejit. Hasil penjualan board game buatan masyarakat Jepang ini bisa dirotasi untuk membiayai biaya cetak judul berikutnya. Masyarakat pun menghargai dan menyambutnya dengan baik. Mereka juga percaya dengan potensi board game lokal.
Hamada-san juga sempat menyebutkan akhir-akhir ini mungkin ada sekitar 5000 judul yang dirilis di TGM. Oleh karenanya Takashi Hamada merancang board game yang terbilang inovatif karena menggabungkan analog dengan teknologi digital.
Baca juga: Takashi Hamada: Perpaduan Board Game dan Digital Berpotensi Pikat Masyarakat [Wawancara]
Perancang board game Mask of Moai tidak bercerita kapan titik warga Jepang mulai terpelatuk untuk merancang board game sendiri atau mulai kapan mereka menggemari board game. Namun menurut Boardgame.id, industri Jepang juga mulai menjadi sorotan berkat lahirnya perancang-perancang dengan karya cemerlang.
Sebut saja Seiji Kanai, perancang Love Letter. Hanya berbekal 16 kartu dan beberapa token, game tersebut bisa sangat seru. Ditambah lagi Hisashi Hayashi yang sukses merancang board game populer seperti Yohokama, Trains yang kemudian dilisensi oleh penerbit luar negeri.
Mungkin salah satu kunci agar industri board game Indonesia juga bertumbuh pesat adalah konsisten. Seperti Jepang yang setiap tahun konsisten menggelar pasar board game lokal. Indonesia juga bisa mencontoh dengan konsisten menghasilkan karya-karya board game terbaik setiap tahunnya.
Informasi tentang Tokyo Game Market selalu bisa kamu pentengin di situs www.gamemarket.jp