#CatatanDesainer : Candrageni – 3 Alasan untuk Bercukur
- Designer LogOpini
- August 26, 2017
- 391
- 7 minutes read
Bagi kamu yang pernah mendesain tabletop game, kita akan sepakat bahwa desain boardgame adalah proses yang dinamis. Kami pernah menggunakan hitungan matematis untuk balancing Candrageni, khususnya untuk kartu candi. Pertama-tama kami menyulap unsur-unsurnya menjadi bilangan angka, kemudian memastikan seluruh kartunya memiliki efek yang proporsional (dibandingkan biaya/cost). Hasilnya : tidak balance!
Bukan. Ini bukanlah statement anti-matematis. Reiner Knizia sudah membuktikan bahwa gelar doktor matematikanya ikut andil dalam memenangkan Spiel des Jahres di tahun 2008. Sudah barang pasti celanya ada di kami. Namun satu yang kami simpulkan dari percobaan tadi, adalah bahwa banyak hal dalam desain boardgame yang tidak bisa ditranslasikan dalam angka-angka. Pada akhirnya seorang game designer harus tetap mengintensifkan sesi playtest untuk memastikan boardgamenya men deliver pengalaman main yang diinginkan. Hal ini yang membuat proses desain boardgame menarik, sekaligus sangat dinamis.
Kartu Candi dalam Candrageni. Kami pernah coba membalancing ini dengan hitungan matematika.
Layaknya proyek kreatif yang lain, ada masa dimana seorang desainer boardgame dihadapkan pada tembok penghalang. Seringkali ide yang kita hadirkan tidak semenarik saat dibayangkan. Dalam kondisi ini, tendensinya seorang desainer akan bertanya “apa yang kurang dari game saya?”
Mengapa yang kurang?
Selama development Candrageni, kami menemukan bahwa seringkali masalahnya bukan pada “apa yang kurang” dengan game kita. Bisa jadi kasusnya adalah “apa yang lebih”. Terkadang suatu permainan malah makin menarik saat kita meniadakan beberapa elemen di dalamnya. Oke, mungkin saja elemen itu memiliki unsur historis, sesuatu yang kita dapatkan saat bermeditasi di wc jongkok nun jauh disana. Namun jika menghapusnya membuat game kita lebih baik, seorang desainer harus cukup tegar untuk menahan egonya.
Dilema ini kami alami juga selama men develop Candrageni. Kami menemukan setidaknya ada tiga alasan yang membuat kami harus mempertimbangkan untuk menghapus beberapa unsur dalam desainnya :
1) Menyimpang Terhadap Tema
Candrageni adalah boardgame yang dibangun di atas pondasi sebuah literatur ekspedisi. Tujuan kami adalah menghasilkan permainan yang mampu menggambarkan secara nyata berbagai unsur dalam tema yang kami angkat. Adalah sebuah dosa tentunya ketika apa yang kita hadirkan tidak sesuai realita. Tahukan kamu, dalam perwujudan awal Candrageni, kamu bisa berlayar dan memancing (iya, memancing) di laut?
Di Prototype awal, Candrageni ada aksi memancing lho.
Kami memasukkan unsur push-your-luck dalam aksi memancing. Sejujurnya, ini adalah elemen yang menurut kami fun dan exciting, sampai akhirnya kami mengetahui fakta bahwa Mataram adalah kerajaan agraris. Mempertahankan laut dan aktivitas di dalamnya akan memberikan impresi yang menyimpang dibanding sejarah yang sesungguhnya. Karenanya, dengan berat hati kami menghapus sepenuhnya bagian ini.
Oh, kami juga sempat menyisipkan alien dan UFO dalam Candrageni (Borobudur ada yang bilang dibangun dengan teknologi alien, kan?), tapi ditolak mentah-mentah oleh publisher. Sedih.
2) Menghambat Aliran Main
Kamu perlu tahu bahwa inspirasi mekanik Candrageni sesungguhnya adalah mancala / congklak. Dalam prototype awalnya, setiap pemain harus mengalokasikan seluruh action token, satu persatu ke dalam action card dalam satu giliran. Saat itu kami berpendapat bahwa adopsi mekanik yang familiar akan membantu meningkatkan aksesibilitas, memudahkan pemain untuk lebih menikmati permainannya.
Kartu aksi di prototype Candrageni. Dulu, semua token dimainkan dalam satu giliran di kartu ini.
Namun ternyata hal ini malah mengganggu. Pilihan aksi dalam kartu ternyata tidak cukup sederhana untuk membuat pemain bisa dengan cepat mengalokasikan action tokennya. Ini mengakibatkan downtime, dan memberikan pengalaman main yang tidak menyenangkan saat menunggu giliran. Mengubah aksi bisa menjadi pilihan, namun kami harus mengorbankan bagian yang lebih besar jika melakukannya. Akhirnya kami memutuskan untuk mengubah jalannya aksi menjadi satu aksi per giliran, yang (menurut kami) sukses membuat aliran permainan menjadi lebih lancar.
3) Menyimpang Terhadap Design Objectives
Sedari awal kami mendesain Candrageni sebagai strategic board game. Namun mengingat game ini dikerjakan hanya dalam dua minggu, wujud pertamanya jauh dari kata stratejik. Pada mulanya, papan permainan Candrageni terkomposisi dari terrain tile yang memiliki konten di balik kepingannya. Pemain bisa melakukan eksplorasi untuk membalik tile dan mendapatkan benefit. Ini praktis menambah unsur hoki dan memberikan pengalaman main yang berbeda dari yang diharapkan. Kami sepakat untuk membuangnya.
Dulunya papan main Candrageni tersusun dari tile yang memiliki efek di baliknya.
Hal yang sama terjadi ketika mendesain disaster card. Awalnya kami ingin membuat disaster card terasa nyata dengan memberikan feeling destruktif (dan keputusasaan) kepada pemain. Kami membuat efeknya kejam : menghancurkan seluruh tanaman hingga menghilangkan sumber daya yang dikumpulkan pemain. Namun ketika dicoba, varian ini seringkali memberikan dampak yang timpang antar pemain, bahkan bisa merusak total strategi seseorang. Tentunya hal ini memberikan pengalaman buruk bagi beberapa pemain, hingga akhirnya kami putuskan untuk mengubah filosofinya secara total.
Tiga alasan tadi kami jumpa dan rekayasakan selama development Candrageni. Di luar itu, pastinya masih banyak kemungkinan lain yang baru akan kita ketahui saat kita benar-benar berhadapan dengannya. Yang jelas, jangan pernah menutup pintu untuk mengkoreksi (dan bahkan mencukur) mekanik yang sudah ada, karena di banyak kasus itu bisa membantu membuat game mu menjadi lebih menarik. Akhirussalam, tetap berkarya dan utamakan congkak!