Mah, Dia Benci Boardgame Buatanku!

Mah, Dia Benci Boardgame Buatanku!

Tempo hari ada yang menarik di sebuah facebook group. Sebuah postingan mendapat banyak reaksi karena membahas satu hal : boardgame yang kamu benci. Bukan cuma sekedar benci, tapi benci pada level yang kamu nggak sudi memainkannya lagi. Menarik! Di situ saya menemukan bahwa beberapa gim yang – personally – saya nikmati ternyata dibenci oleh sebagian orang. Nggak Cuma sampai di situ, ternyata saya menemukan bahwa diantara gim yang dibenci itu ternyata terselip gim buatan saya. Ha!

PERLU BAPER?

Jika kita urut, sejalan dengan para pemuncak tahta gim terbaik (versi boardgamegeek) mulai dari Puerto rico, Pandemic Legacy, Agricola, hingga Gloomhaven bermunculan pula manusia-manusia yang berkata negatif tentangnya. Jika gim terbaik saja begitu, apalagi buatanmu. So, expect some people that will dislike your game no matter how good it is. Itu normal, karena dari awal preferensi gamers memang beda-beda : no game is made for everyone.

Jadi, tidak baperan adalah kualitas kunci yang harus dimiliki desainer. Mungkin berlaku juga untuk segala spesies kreator. Yang penting untuk dianalisa adalah, bagian mana dari desain game buatanmu yang dibenci? Apakah mereka membencinya karena preferensi atau karena “kesalahan” desain?

Sebagai contoh, beberapa orang tidak memfavoritkan Kakak Teladan : Episode Belanja karena aspek memory nya. Untuk ini, saya nggak terlalu khawatir. Karakter mekanik memory memang tergolong love it or hate it. bagi sebagian orang yang daya ingatnya lemah, mekanik ini bisa sangat menjengkelkan. Tapi di sisi lain, memory bisa memberikan kesempatan yang sama bagi gamers dengan berbagai range usia untuk bersaing secara kompetitif, yang mana its a big plus.

 

JADI, SEMUA GAME ITU BAGUS?

Emm, bukan. Bukan berarti kita harus berbasa-basi, karena sebagian orang menggelengkan kepalanya ke sebuah game karena eksekusi desainnya. Alasan ini pula yang membuat saya mafhum jika ada beberapa orang yang tidak menyukai Perjuangan Jomblo. Melalui artikel ini, ijinkan saya untuk berbagi lesson learnt dari proses development nya, dengan harapan saat kamu berniat mem publish game buatanmu kamu tidak melakukan kesalahan yang serupa :

1. Ambil Waktu Untuk Pengembangan

Designing boardgame is no easy task. Sungguh. Satu – dua “bug” yang terlewat saat proses development bisa jadi mempengaruhi experience secara keseluruhan. Yang lebih menantang, mungkin saja sebuah in-game state tidak pernah muncul saat kamu tes, namun muncul justru saat gimnya sudah terpublish. Errata (revisi) bisa menjadi solusi, namun alangkah baiknya jika tidak ada samasekali.

Menurut saya, hal ini juga yang membedakan antara kebanyakan gim kickstarter dengan keluaran publisher konvensional. Proses development bisa mengubah ide bagus menjadi gim istimewa, dan untuk melakukannya dibutuhkan pengalaman. Inilah yang tidak dimiliki oleh banyak publisher independen.

Namun kamu tidak perlu khawatir, ambil waktu dan raciklah game buatanmu sampai kamu yakin betul itu sudah matang. Naik cetak adalah kemewahan yang nggak bisa dinikmati tiap saat (kecuali kamu sultan). Maka pastikan gim mu maksimal saat kesempatan itu ada. Para penikmat boardgame menghendaki game yang dibelinya didesain secara maksimal, dan desainerlah yang wajib mewujudkannya.

2. Fokus ke Target

Apa yang perlu kamu tentukan saat pertama kali membuat boardgame? Temakah? Atau mekanik? Yang manapun bukan masalah, karena step selanjutnya yang paling penting : target market & experience nya. Kamu bisa saja menemukan mekanik yang inovatif, namun jika dalam developmentnya nggak fokus (ke market dan experience), gim buatanmu bisa hilang arah. Target market penting untuk mendapatkan gambaran preferensi calon pemain, sementara target experience perlu sebagai tolok ukur apakah game buatanmu sudah berhasil atau belum. Pertebal dinding imanmu dari godaan mekanik yang sepertinya seru, tapi berpotensi mengaburkan fokus permainan.

Dua hal itulah yang saya rasa kurang maksimal saat pengembangan Perjuangan Jomblo. Namun kami nggak pernah menganggapnya gagal. Saya pernah menjadi coach untuk sebuah sesi main, yang saking serunya sampai-sampai si pemain membeli satu copy lengkap dengan tandatangan dan foto bersama. Seorang desainer akan makin matang seiring dengan pengalaman. Kritik, baik dari orang lain maupun kontemplasi pribadi tidak berasosiasi dengan kegagalan. Justru kritik itulah modal besar untuk pengembangan karya-karyamu selanjutnya.

Yuk mulai mendesain boardgame lagi!

You may also like