Hadiah Terbesar Dari Sebuah eSport [Keluarga Bermain]
- Opini
- October 4, 2019
- 335
- 4 minutes read
Satu ketika di sebuah perlombaan lari seorang anak tampak berusaha berlari sekuat yang ia bisa. Nafasnya yang terengah dan mukanya yang tampak memerah menjadi pertanda ia sungguh-sungguh berusaha mengejar rekan-rekan lainnya. Terlepas ia telah berusaha, ia harus menerima kenyataan ia finish paling terakhir.
Ia menekuk muka dan berjalan gontai ke arah ibunya. Sang ibu dengan hangat mengelus rambutnya dan coba menghibur dengan kata-kata lembut. Sekilas terdengar ucapannya, āMama bangga kamu sudah berusaha. Nanti kita coba lagi ya!ā. Sambil sedikit terisak sang anak tampak mengangguk pelan. Tidak lama ia mulai kembali tersenyum. Saya yang duduk dipinggir lapangan ikut tersenyum. Sang ibu memberikan contoh bagaimana kita sebagai orang tua seharusnya mengambil peran.Ā
Setiap bentuk kompetisi pasti memberikan tekanan tertentu, begitu pula ketika kita bicara eSport. Semakin tinggi level kompetisinya semakin besar pula tekanan yang akan dihadapi. Dalam tulisan sebelumnya Mas Wicak Hidayat memberikan sebuah pertanyaan yang menggelitik: āPantaskah menculik anak untuk menjadi atlet eSport?ā
Karena tidak bisa dipungkiri, semakin besar industrinya, praktek āmenculikā (atau mencari bakat potensial) sejak dini untuk kemudian dididik menjadi atlet eSport menjadi semakin marak dan menggoda. Pertanyaan mas Wicak bisa kita lihat dari sudut pandang lain: āApakah pantas mendorong anak-anak kita ke sebuah arena yang sangat kompetitif, dengan segala bentuk tekanannya, sejak dini?ā
Tidak ada jawaban pasti untuk pertanyaan tersebut di atas. Tapi mungkin kita bisa melihatnya dari karakteristik anak-anak kita sendiri. Apakah ia menikmati sebuah bentuk kompetisi? Apakah ia memiliki kemampuan untuk menghadapi tekanan? Atau sebaliknya.
Menghadirkan budaya bermain board game bersama secara rutin memberikan kita kesempatan untuk melihat hal tersebut secara lebih baikĀ pada diri anak-anak kita. Secara tidak langsung budaya bermain board game bersama ini juga bisa memupuk kemampuan anak kita untuk belajar menghadapi tekanan tertentu. Namun seperti sebelumnya telah juga disampaikan mas Wicak, menghadirkan budaya bermain di keluarga ini juga bukan hal yang mudah.
Baca juga: Menunggu Anaknya Bermain, Seorang Ayah Patah Hati [Keluarga Bermain]
Lalu bagaimana sebaiknya kita sebagai orang tua atau guru menyikapi perkembangan eSport yang semakin marak ini? Haruskan kita mendukung atau membatasi anak-anak kita? Saran saya, bersikaplah selalu kritis, coba pelajari segala potensinya, coba pahami segala bentuk resikonya.
Baca juga: Saatnya Orang Tua dan Guru Paham eSport [Keluarga Bermain]
Jika kemudian kita merasa hal tersebut baik untuk anak kita, dampingi. Hadirlah ketika mereka berlomba. Ingatkan mereka, bukan menang kalah yang utama. Mendapatkan kesempatan untuk belajar dari atlet-atlet lain yang hebat, berkompetisi secara sehat, serta berproses menjadi individu yang selalu rendah hati dan kuat adalah hadiah terbesar yang bisa didapat.