Ada Nggak Sih Sekolah yang Seru Kaya Di Rental Game?
- OpiniPendidikan
- August 16, 2019
- 285
- 9 minutes read
Di salah satu wawancara Boardgame.id dengan guru SMA Negeri 1 Petungkriyono, pak Nunuk yang menjadi narasumber bercerita bahwa ada salah satu muridnya yang nyeletuk bertanya, “Ada nggak sih Pak, sekolah yang seru kaya di rental PlayStasion?”
Baca juga: Guru SMAN 1 Petungkriyono: Mengajar Generasi Gamer ya Harus Pakai Game Dong [Wawancara]
Dari pertanyaan di atas, kalau murid-murid ditanya, lebih seru mana antara belajar di sekolah atau bermain di rental game? Mayoritas pasti akan menjawab lebih seru bermain di rental game. Alasannya bukan karena tempatnya, sekolah ataupun rental game, namun yang musti digarisbawahi adalah kata “belajar” dan “bermain”.
Kalau di sekolah murid-murid lebih leluasa untuk bermain, mungkin mereka akan lebih betah dan jadi semakin semangat belajar. Tapi ada nggak sih sekolah yang seru kaya di rental game alias seru karena banyak kesempatan bermain?
Ada dong.
Tomoe Gakuen (SD Tomoe)
Bagi yang sudah membaca buku “Totto Chan, Gadis Cilik di Jendela”, pasti sudah tidak asing lagi dengan Tomoe Gakuen. Sekolah di Jepang yang berdiri pada zamanperang Asia-Pasifik ini meski sederhana namun punya banyak keunikan.
Tomoe Gakuen bukan memang model sekolah dengan jadwal pelajaran padat dan beragam ekstrakurikuler. Tapi sekolah memiliki kesederhanaan, dengan beragam cara untuk menumbuhkan minat dan kecintaan anak pada bidang yang disukainya. Di sini anak-anak bebas menentukan ururtan jadwal pelajarannya masing-masing. Bahkan sekolah ini menjadikan gerbong kereta sebagai kelas, jadi seakan-akan belajar sambil menikmati pemandangan di luar gerbong dan membayangkan sedang melakukan perjalanan.
Tokyo Kindergarten by Tezuka Architect (TK)
Kadang orang tua khawatir bila anak-anak mereka berlari-larian, mereka takut anaknya akan terluka dan lain-lain. Di sebuah Taman Kanak-Kanank di Tokyo justru memberikan ruang gerak bagi anak-anak sebebas mungkin dan ruang gerak ini berada di atap bangunan. Wah makin mengkhawatirkan nggak ya?
Justru tidak. Meski tidak ada perlengkapan permainan, namun bentuk arsitektur dari bangunan ini sendirilah yang menjadi taman bermain raksasa bagi anak-anak. Mereka boleh bergerak sebebas mungkin, berlari-larian, bahkan jatuh dan basah dengan lingkungan yang aman.
“Karea bentuk bangunannya melingkar seperti cincin, mereka (anak-anak) akan bisa saling mengawasi. Tidak ada penengah, mereka yang akan belajar bagaimana bersikap dan adil ke semuanya. Mereka belajar bagaimana menjadi bagian dari kelompok yang baik.” Ujar Tezuka kepada Dezeen, sebuah majalah arsitek.”
Taman Siswa
Kalau kedua sekolah di atas berasal dari negeri Sakura, sekolah yang satu ini berasal dari tanah air kita. Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara yang namanya pasti sudah tidak asing lagi saat belajar sejarah.
Dilihat dari namanya saja “Taman” bukan “Sekolah”, sebagaimana taman dalam arti yang sesungguhnya adalah tempat bermain. Meskipun pada masanya tujuan didirikannya Taman Siswa untuk menampung minat masyarakat Hindia yang ingin bersekolah namun terkendala oleh berbagai hal, termasuk status sosial.
Bermain sambil belajar
Jika ditarik benang merahnya, ketiga sekolah di atas sama-sama memberikan lingkungan yang playful, keleluasaan kepada murid-murid untuk bermain. Kenapa sih harus bermain? Karena bermain lebih seru.
Berarti tantangannya adalah bagaimana membuat suanana belajara agar seru seperti bermain. Jawaban paling sederhana ya membawa permainan ke dalam kegiatan belajar-mengajar. Beberapa guru di Indonesia sudah mulai melakukannya kok.
Baca juga: Guru dan Orang Tua Ini Percaya Game Bisa Hadirkan Suasana Belajar Seru
Pak Nunuk Riza Puji pun tersadar, untuk mengajar generasi sekarang yang bisa dibilang juga sebagai generasi gamer ya harus pakai game. Oleh karena itu Pak Nunuk mencoba menghadirkan game di kelas, dan ternyata berhasil. Anak-anak jadi makin semangat belajar.
Guru yang juga merupakan Ayah dari dua anak ini juga tak ragu mengajak guru-guru yang lain untuk menggunakan game saat mengajar. Alhasil ada guru PKN yang membuat board game tentang bela negara. Lalu ada juga guru sejarah yang melibatkan siswa dalam membuat board game. Hasilnya? board game bertema sejarah ini berhasil menjadi juara satu tingkat provinsi saat diikutkan dalam lomba karya ilmiah.
Tak perlu khawatir, guru-guru juga bisa berkolaborasi dengan guru mata pelajaran lain atau bahkan dari guru sekolah lain untuk saling membantu membuat board game. Seperti guru Sekolah Alam Bekasi, guru SDI Kreatif Mutiara Anak Sholeh Sidoarjo, guru Bimbel Aurora dan seorang mahasiswa juga berkolaborasimembuat board game berjudul Rantai Makanan.
Baca juga: Ketika Guru Berkolaborasi Membuat Board Game
Kenapa board game? Salah satu alasannya karena paling mudah dibuat. Tidak perlu kemampuan bahasa pemrograman atau coding untuk membuatnya. Lewat board game, murid-murid akan merasa sedang bermain padahal mereka sebenarnya sedang belajar. Dengan begitu perlahan guru-guru sendiri lah yang akan menciptakan sekolah yang seru, minimal kelas yang seru.
Kalau pembaca tertarik dengan game design dan ingin belajar membuat board game, ikuti saja Kelas Game Design dari Ludenara. Informasi terkait bisa kamu baca di sini.