Menunggu Anaknya Bermain, Seorang Ayah Patah Hati [Keluarga Bermain]

Menunggu Anaknya Bermain, Seorang Ayah Patah Hati [Keluarga Bermain]

  • Opini
  • September 6, 2019
  • 233
  • 11 minutes read

Seorang Ayah menggelar sebuah board game kesukaannya. Sebuah permainan kolaboratif, dengan banyak komponen: miniatur, token, papan aksi, plus balutan narasi yang komplet! 

Dikumpulkan keluarganya di meja makan. Lalu mereka mulai bermain. Tak lama, anaknya tampak bosan, melamun, tidak memperhatikan dan ingin segera selesai. 

Seorang Ayah mengajak anak-anaknya bermain board game. Baru. Masih kinyis-kinyis, keluar dari plastic wrap. Dikeluarkan dari kotak, digelar di meja. 

Baca juga: Orang Tua Tak Perlu Khawatir! Board Game Aman untuk Anak-Anak

Anaknya masih asyik dengan perangkat digitalnya, satu lagi menonton televisi sambil ketawa-ketiwi. Ayah menunggu tidak sabar. Ia mulai patah hati. 

Seorang Ayah membawa board game dengan penuh semangat. Nilai edukasi game ini, menurut para pakar, sungguh super dan luar biasa. 

Anak ikut main bersama Ayah
Anak pun bisa mendampingi Ayah bermain jika game yang dimainkan belum masuk umur yang sesuai

Digelarnya permainan itu di atas meja. Ia menunggu anak-anaknya untuk datang dan belajar dan bermain bersamanya. Sampai kapan?

Bukannya tidak paham pentingnya bermain. Bukan tidak mau juga. Bahkan ia sudah menyiapkan permainan. Menyajikannya sebaik yang ia bisa. 

Baca juga: Pentingnya Bermain untuk Orang Tua [Keluarga Bermain]

Hanya situasi kadang memang tidak mendukung. Kadang, patah hati memang tidak bisa dihindari. Ini kejadian nyata. Salah satunya (atau lebih?) benar-benar pernah saya alami. 

Jangan Menyerah, Ayah 

Hal paling indah dalam hidup (setidakya buat saya) adalah ketika orang tua bisa bermain dengan anak-anaknya tanpa embel-embel yang memberatkan. Bermain lepas dan saling memahami masing-masing. 

Lalu, apa yang salah dengan kejadian di awal tulisan ini? 

Baca juga: Permainan Kartu Pokemon Sedang Marak, Bahaya Nggak Ya Untuk Anak?

Saya seperti banyak orang tua di negeri ini. Kadang kebangetan antusias saat mendapati sebuah kiat dan tips yang katanya baik untuk anak-anak. 

Tapi, tentunya karena ada kesibukan. Mana sempat mempelajari sungguh-sungguh sebuah kiat? Kenapa tidak pakai cara cepat? 

bermain bersama keluarga
Anak bisa makin gembira jika Ayah dan Ibunya bisa jadi teman bermain

Ke-super-sibuk-an saya sebagai orang tua ini dibarengi dengan egoisme. Ketika memilih sebuah game untuk dimainkan, yang jadi pertimbangan adalah “apa yang saya suka?” atau “apa game yang bermanfaat untuk anak-anak?” bukan “apa yang seru untuk dimainkan bersama?” 

Baca juga: Surat dari T1: Board Game dan Proses Pembelajaran Yang Lebih Manusiawi

Ya. Terus terang, ada momen-momen ketika saya lelah. Keinginan untuk bermain bersama anak selalu ada. Tapi kadang kekecewaan juga membuat saya enggan untuk mulai mengajak. Wajar kan kalau kita berusaha melindungi diri dari patah hati dengan menghindar? 

Mas Eko Nugroho, dengan caranya yang khas, selalu menyemangati saya. “Jangan menyerah!” 

Jika kita merasa sesuatu itu penting dan perlu, apakah kita akan kemudian menyerah ketika gagal di beberapa percobaan awal?

Eko Nugroho. Pentingnya Bermain untuk Keluarga

Menikmati yang Tidak Disukai 

Setelah berkali-kali mencoba. Membawa game yang ini dan itu. Membeli, bahkan hingga nominal rupiah yang tidak bisa dibilang sedikit, board game baru. Pada akhirnya saya menemukan momen-momen bermain yang menyenangkan. 

Kuncinya sederhana: belajar menikmati sesuatu yang biasanya tidak bisa kita nikmati. 

Ayah bisa jadi role model
Ayah bisa menjadi sosok panutan bahkan saat bermain

Intinya mencoba hal baru dan kompromi. Bermain bersama anak adalah memahami apa yang mereka suka untuk mainkan. 

Saya, misalnya, akhirnya bisa menikmati permainan seperti Jenga. Permainan yang sebelumnya mungkin akan saya hindari. Kenapa? Karena anak-anak menikmati permainan itu. 

Baca juga: Jangan Dianggap Remeh, Anak-Anak Lebih Jago Main Board Game Lho!

Saya, kemudian, jadi senang dengan sebuah permainan yang dibuat oleh seorang YouTuber tertentu, yang dibeli lewat sebuah kampanye Kickstarter. Sebuah permainan yang simpel dan “berantakan” tapi membuat keluarga kami tertawa terbahak-bahak saat memainkannya bersama-sama. Membuat anak-anak mau main lagi dan lagi. 

Game Terbaik di Dunia 

Dalam sebuah workshop fotografi, peserta cenderung bertanya hal ini berulang-ulang pada pembicara: “Apa kamera terbaik?” 

Jika pembicaranya fotografer kelas atas, ia akan menjawab begini: “Kamera terbaik adalah yang kamu pegang!” 

Bukan karena tak mau menyinggung perasaan yang bertanya. Tapi karena fotografi adalah soal menangkap momen dengan kamera. Apapun kamera yang ada di tangan saat sebuah momen perlu “diabadikan” ya itulah kamera terbaik di dunia! 

Demikian juga dengan board game. Apa board game terbaik di dunia? Ya, itu adalah game yang sedang kamu mainkan. 

Bermain bersama

Board game yang hanya ngedeprok di rak dan tidak dimainkan bukanlah board game. Itu cuma pajangan.

Baca juga: Manfaatkan Board Game Sebagai Media Interaksi Dengan Anak

Nah, board game terbaik di dunia buat saya adalah board game yang sedang saya mainkan bersama orang-orang yang saya cintai. Board game yang saya mainkan bersama keluarga. Atau board game yang saya mainkan bersama teman dan sahabat. 

Tak perlu rating atau pakar, tak perlu BGG atau Tom Vassel untuk bilang apa board game paling baik di dunia. Board game terbaik di dunia adalah yang kamu mainkan. Titik! 

Wicak Hidayat,
seorang penulis yang tinggal di Depok.

You may also like