7 Kebiasaan Buruk Anak yang Bisa Diatasi dengan Main Board Game
- HeadlineOpiniPendidikanTips/ Tutorials
- October 13, 2020
- 372
- 12 minutes read
Cara menanggapi segala tingkah laku anak zaman sekarang tentu berbeda dengan dahulu. Anak zaman sekarang tumbuh bersama teknologi dengan teknologi. Kalau anak tidak mendapat akses nonton Youtube atau main game bisa-bisa dia tantrum. Pada akhirnya karena mereka sejak kecil sudah disuguhi gawai, ketika mulai beranjak remaja mereka pun jadi lebih asyik dengan dirinya sendiri dan akhirnya menjadi kebiasaan buruk.
Berikut ini, ada 7 kebiasaan buruk anak yang perlahan bisa diubah hanya dengan rutin main board game.
1. Kecanduan gadget
Berhubung anak zaman sekarang sudah akrab dengan gadget, mereka akan merasa cepat bosan apabila tidak melakukan apapun. Tanpa disadari itu salah satu penyebab mengapa mereka sering sekali terlihat berinteraksi dengan telepon pintar mereka daripada beraktivitas tanpa benda elektronik tersebut. Tidak ada aktivitas seru yang menggantikan aktivitas online mereka.
Agar anak tidak terlalu berketergantungan dengan gawai, perlu adanya penyeimbang antara online dan offline dalam masa pertumbuhan mereka. Namun sering kali orang tua kewalahan, bagaimana caranya? Padahal jawabannya sederhana, ajak saja anak bermain board game.
Terlebih lagi untuk anak yang suka main game di HP, board game bisa menjadi subtitusi. Daripada melarang mereka bermain, orang tua sebaiknya memberikan solusi alternatif. Dan board game adalah alternatifnya, dapat dimainkan secara analog dan offline, dan banyak interaksi dengan pemain lain secara langsung di dalamnya.
Baca juga: Keluarga Asal Surabaya Ini Ajak Anak Main Board Game Untuk Kurangi Ketergantungan Gadget
2. Anak bandel/tidak taat aturan
Tentu banyak anak yang susah diatur. Diberi tahu hal yang baik tapi tak diindahkan si anak. Orang tua mencoba membuat aturan di dalam keluarga namun sering kali anak masih melanggarnya dan menjadi bandel. Coba mulai melatih mereka agar lebih disiplin taat aturan dengan main board game.
Setiap judul board game di dalam boxnya pasti terdapat rulebook atau buku peraturan dan cara bermain. Pemain perlu membacanya dan merunut peraturannya agar board game bisa dimainkan. Memang ada beberapa bagian dari rulebook yang sebenarnya bisa dipelintir dan pemain bisa menciptakan peraturannya sendiri alias house rule, namun jika bagian inti dari buku aturan tidak ditaati maka permainan bisa “cacat”.
Bermain board game akan melatih anak memahami esensi dari taat aturan. Tak hanya itu, board game yang memiliki aturan terstruktur yang membuat semua pemain bermain satu permainan yang sama dari mulai hingga selesai. Justru anak-anak akan ditantang untuk berpikir kritis bagaimana menyelesaikan objektif permainan tanpa melanggar aturan.
3. Tidak mau berbagi
Sering juga kita temukan anak yang malah tantrum kalau mainannya dimainkan anak lain. Meskipun kemudian orang tua sudah berusaha menenangkan mencoba meluruskan bahwa anak tersebut hanya pinjam dan nanti dikembalikan, tetap saja kadang anak merasa tidak rela.
Di bagian ini, board game mungkin benar-benar jadi solusi. Pasalnya board game adalah permainan yang kebanyakan bisa dimainkan oleh dua pemain atau lebih. Daripada berebut mainan, mending main bareng aja kan? Semua akan mendapat kesempatan menjalankan gilirannya masing-masing tanpa harus berebut.
4. Enggan makan sayur
Meskipun sehat, nampaknya sudah menjadi hal yang lumrah bagi anak ketika mereka enggan mengkonsumsi sayur. Sampai-sampai banyak orang tua yang mengakali hal tersebut dengan mengolah sayur jadi jus, disembunyikan di dalam perkedel atau nugget.
Anak-anak yang kurang menyukai sayur mungkin karena mereka tidak mengenal baik dan akrab dengan sayur yang mereka konsumsi. Karenanya pertengahan tahun ini, penerbit Hompimpa Books and Games merilis board game Veggie Colors.
Baca juga: Veggie Colors, Board Game Indonesia Bertema Sayuran untuk Keluarga
“Harapan kami dengan tema sayuran agar dapat memberikan rangsangan kepada anak untuk merasa familiar dengan sayuran dan jadi menyukainya. Selain itu gim (Veggie Colors) ini dapat menjadi sebuah media yang digunakan orang tua dalam memberikan nutrition parenting kepada anak dan keluarga.” terang Erwin Skripsiadi, CEO Hompimpa Books and Games.
5. Tidak mau mengalah
Manusia adalah makhluk sosial. Sudah sewajarnya mereka saling membantu satu sama lain,Sejak kecil, banyak anak merasa dirinya ingin selalu diperhatikan. Jika mereka bandel, bisa jadi sebenarnya mereka ingin diperhatikan. Bahkan mereka juga sering kali menjadi dominan karena ingin terlihat lebih hebat dari anak-anak lain seusianya. Ketika anak-anak di kampungnya punya sepeda, anak kita mungkin juga meminta sepeda untuk menunjukkan dirinya juga bisa bersepeda.
Karena kebiasaan di atas ketika remaja bahkan dewasa banyak yang sulit untuk lapang dada ketika mereka tidak berhasil atau kalah bersaing. Agar hal tersebut tidak terbentuk, ada kalanya sejak dini anak dikenalkan dengan permainan kerja sama. Untungnya banyak board game kooperatif yang mengajak setiap pemainnya bekerja sama meraih satu tujuan yang sama bersama-sama.
6. Sulit fokus dan kurang teliti
Setiap anak tentu memiliki fokus masing-masing, dan beda anak beda pula tingkatan konsentrasinya. Mereka yang sulit memusatkan konsentrasi tentu akan berpengaruh ke kemampuan dan prestasi belajar anak. Wajar saja orang tua banyak yang khawatir soal ini. Alhasil, orang tua memberi anak lego, alat gambar untuk membuat anaknya belajar fokus.
Beruntungnya, meningkatkan fokus dan juga ketelitian bisa dilatih dengan bermain board game. Salah satu alasannya karena banyak board game memiliki tingkat interaksi yang cukup tinggi dan ini yang membuat anak tidak cepat bosan saat main board game. Seusai bermain kita juga ajak anak untuk menghitung kembali komponen sebelum dikembalikan ke box sembari melatih ketelitian mereka dalam memperhatikan jumlah komponen.
7. Malas beribadah
Satu hal lagi yang kadang membuat orang tua greget, yaitu ketika anak susah untuk diajak beribadah. Malas diajak ke tempat ibadah, enggan mempelajari Alkitab dan sebagainya. Apalagi bagi umat Islam yang menjadi penduduk mayoritas di Indonesia, Al-Qur’an ditulis dalam bahasa Arab. Ada tiga step tambahan untuk bisa mempelajarinya: harus tau cara membacanya, nada bacanya, baru kemudian mengartikannya.
Tidak mudah menggiring anak menjalani proses di atas. Mungkin caranya yang tidak menarik bagi anak. Itulah yang mungkin menjadi alasan teman-teman dari Sebangku mengembangkan board game Zamzamy. Board game ini mengajak anak-anak belajar ngaji dengan cara yang seru karena dibalut dengan permainan. Belajar ngaji jadi tidak lagi membosankan dan mungkin ini yang akan memicu anak jadi semangat beribadah.
Baca juga: Zamzamy, Kartu Sakti Belajar Ngaji Kini Sudah Bisa Didapatkan! [Rilis Pers]
Itu dia 7 kebiasaan buruk anak yang mungkin bisa ditangani dan diubah perlahan dengan membiasakan diri mereka bermain board game. Jadi board game mampu memunculkan kesempatan besar bagi anak-anak untuk “mengikuti aturan, fokus, bergiliran, dan terhindar dari rasa cepat puas, yang membantu pengendalian diri, berdasarkan pemecahan masalah, dan berpikir kreatif,” kata Peter J. Pizzolongo dari National Association for Education of Young Children.