Mekanik 101 : Worker Placement, Si Blasteran yang Jadi Kembang Desa

Kalau ada yang bilang hanya gadis pribumi yang bisa jadi kembang desa, maka sesungguhnya mereka tidak pernah menonton FTV. Di era serba samarata, gadis blasteran (yang ngomongnya dimedok-medokin) pun bisa jadi idaman setiap lelaki kampung. Begitu juga dalam dunia boardgame. Adaptasi turunan dari sebuah mekanik bisa menyedot perhatian, bahkan hingga ditasbihkan menjadi mekanik yang mandiri. Contoh yang sempurna untuk fenomena ini adalah Mekanik Worker Placement.

Salah satu Worker Placement Game populer, Stone Age (2008). Image by cloudcapgames.com

Worker Placement 101

Tidak perlu menjadi jenius untuk tahu bahwa mekanik Worker Placement adalah pengembangan dari mekanik Drafting. Apa? Kamu belum tahu? Baca artikel yang ini dulu ya. Dalam implementasi Worker Placement, pemain melakukan drafting terhadap pilihan aksi yang terbatas (Action Drafting). Kondisi ini biasanya membuat pemain tidak bisa melakukan sebuah aksi saat pemain lain sudah memilih aksi tersebut. Kondisi ini disebut Action Blocking.

Tak hanya Persebaya dan Arema, interpretasi mekanik Worker Placement pun tak lepas dari dualisme. Mayoritas boardgamer menilai bahwa permainan dengan mekanik Worker Placement artinya pemain memiliki “pekerja fiktif” yang berbeda fungsi ketika ditempatkan dalam space yang berbeda. Penganut kultus ini meyakini bahwa Keydom (1998) adalah moyang dari mekanik Worker Placement. Dalam Keydom, pemain berusaha menempatkan “pekerja” nya untuk mendapatkan sumber daya, menggunakan aksi khusus, sampai akhirnya bisa mengumpulkan tiga artefak kerajaan.


Keydom (1998), game yang dianggap sebagai moyangnya Worker Placement. Image by boardgamegeek.com

Sekte lainnya mengartikan Worker Placement secara lebih harfiah. Jika kita memiliki sekumpulan “workers” dan diminta melakukan “placement”, maka itu adalah Worker Placement. Persetan dengan variasi fungsi dan action blocking. Itulah mengapa Permainan tertua yang tercatat menggunakan mekanik ini adalah Silverton (1991), bukan Keydom. Dalam Silverton, pemain memiliki token “Prospector” untuk mengerjakan tambang dan “Surveyor” untuk merencanakan jalur kereta.

Terlepas dari kontradiksi penafsiran tadi, semua sepakat bahwa Caylus (2005) adalah pahlawan yang berjasa mengangkat derajat Worker Placement menjadi mekanik dan tematik yang mandiri. Cara Caylus membawa aliran permainannya mulai dari penempatan pekerja, perolehan sumber daya, hingga pendirian bangunan baru seakan membuka mata akan potensi mekanik ini kedepan.

Pahlawan kita, Caylus (2005). Image by acrosstheboardgames.net

Variasi Worker Placement

Sangat banyak variasi dari mekanik Worker Placement. Bahkan bisa dibilang setiap permainan Worker Placement populer memiliki diferensiasi masing-masing. Ada variasi dimana worker ditempatkan satu per satu seperti Caylus (2005), ada juga yang menempatkan worker nya sekaligus seperti Alien Frontiers (2010). Efek penempatan worker bisa langsung dinikmati dalam Agricola (2007), sementara Tzolk’in (2012) mengharuskan pemain menarik worker sebelum memperoleh efeknya.

Jumlah worker pun bisa tetap maupun berubah. Caylus (2005) memiliki jumlah worker tetap untuk setiap pemain, sementara Lords of Waterdeep (2012) memungkinkan pemain untuk menambah jumlah worker nya. Sebaliknya, dalam Euphoria (2013) kamu dapat kehilangan worker selama permainan berlangsung.

Pemain dapat menambah worker dalam Lords of Waterdeep (2012). Image taken from Youtube.com

How It Works

Alasan penggunaan mekanik Worker Placement kurang lebih sama dengan Drafting, yaitu memberikan kesempatan yang sama bagi pemain untuk mendapatkan sumber daya permainan. Perbedaaannya, pool aksi yang relatif stagnan membuat level “fairness” mekanik ini sedikit di atas drafting murni, sangat cocok diimplementasikan pada permainan gaya Eropa yang lebih strategis.

Tidak penting di kubu mana kamu bersandar. Mengartikan mekanik ini secara literal maupun praktikal tidak merubah fakta bahwa mekanik ini terus menelurkan permainan baru hingga menjadi “kembang desa” dalam dunia boardgame.

Kalau penulis sih, kurang setuju dengan penafsiran yang terlalu literal.
Bagaimanapun, “bakmi jawa” bukan “mi” “ayam”, dan “mi ayam” bukan “bakmi” “jawa”, kan?

You may also like