Sanggupkah Board Game Indonesia Bersaing di Pentas Dunia? [Bagian 2 – Tamat]
- HeadlineKabar IndustriKomunitas
- October 17, 2017
- 442
- 4 minutes read
Industri board game Indonesia tumbuh pesat semenjak tiga tahun yang lalu ketika Indonesia untuk pertama kalinya berpartisipasi di SPIEL’14. Sedikit banyak, Indonesia mulai belajar banyak. Seperti yang disebutkan oleh mas Wicak pada bagian 1, Indonesia harus siap secara kualitas produksi, kualitas gameplay dan juga kualitas budaya jika ingin menyerbu pasar internasional.
Baca juga: Siapkah Board Game Indonesia Naik Ke Pentas Dunia? [Bagian 1]
Andre Dubari, selaku Business Manager dari Manikmaya Games melanjutkan obrolan “Board game Indonesia di Pentas Dunia” dalam rangkaian acara PlayDay @Menara. Menurutnya agar board game Indonesia dikenal secara lebih luas, perlu ada ekosistem yang baik antara game designer, publisher dan juga retailer/distributor.
Andre bercerita bahwasannya Manikmaya sendiri secara khusus memang belum menempatkan diri untuk memasuki pasar internasional karena pasar di Indonesia sendiri belum cukup dewasa untuk menerima board game. Manikmaya ingin menunjukkan terlebih dulu kalau Indonesia juga bisa menghadirkan board game yang cukup baik dan berkualitas hingga cukup berani untuk diadu dengan board game impor.
Dari sini harapannya pasar internasional itu sendiri yang akan menilai. Gampangnya, kalau di Indonesia board game lokal laku keras, pasar luar negeri akan mulai melirik dengan sendirinya. Andre memberi contoh negara Jepang yang bisa dibilang industri board gamenya mulai maju pesat. Salah satunya memang berasal dari game designer negara itu bukan dari publisher.
Seiji Kanai terbukti sukses membesarkan nama Jepang lewat permainan kartu yang sangat sederhana namun super seru: Love Letter. Sampai saat ini Love Letter sendiri sudah menelurkan tema-tema lain, ada Love Letter Batman dan yang paling baru Lovecraft Letter yang mengambil semesta dari dunia Chtulhu karya HP Lovecraft.
Seiji Kanai pertama kali membuat game tahun 2006 dan tentu tidak ada yang banyak melirik namanya saatu itu. Hingga akhirnya ia konsisten mendesain game-game lainnya. Love Letter edisi Jepang rilis perdana di Jepang bulan Agustus 2012, pada bulan Desember tahun yang sama, muncul edisi Bahasa inggris di bawah nama AEG sebagai publisher.
Lalu ada Hisashi Hayashi (Yokohama, Sail to India), Masao Suganuma (Machi Koro) yang berhasil menarik hati publisher Amerika dan Eropa untuk menerbitkan karya mereka di kontingen publisher tersebut. Nama-nama besar game designer di atas kemudian memancing rasa board gamer seluruh dunia, ada board game unik apa lagi di Jepang. Mereka dengan sendirinya mencari tahu board game-board game Jepang.
Di Indonesia sebenarnya sudah ada game designer yang secara diam-diam mulai mengumpulkan fans dari luar negeri. Kalau kamu tahu game berjudul Adventure of D, Soccer 17 lalu Roar-a-Saurus pasti tahu siapa orang yang dimaksud. Seratus buat kamu yang menjawab Jack Darwid.
Game designer satu ini memang lebih suka berada dibalik tirai, namun tetap mensuplai karyanya ke luar negeri. Kok bisa? Jack D, sapaan akrabnya, adalah game designer board game pertama asal Indonesia yang sukses menggalang dana di Kickstarter.
Kiprahnya direspon baik oleh board gamer manca negara. Karyanya yang berjudul Roar-a-Saurus sukses memikat Indie Boards & Cards, sebuah publisher yang sama dengan yang telah menerbitkan The Resistance (2009) dan Flash Point: Fire Rescue (2011).