Sudah Bermain Apa Saja Hari Ini? [Keluarga Bermain]

Sudah Bermain Apa Saja Hari Ini? [Keluarga Bermain]

  • Opini
  • September 11, 2019
  • 326
  • 6 minutes read

“Jadi caranya gini pam, pampam harus tebak kartu-kartu ini, gambarnya lagi tidur atau lagi bangun. Kita mainnya gantian ya! Kalo salah nanti kita masukin lagi ke bawah. Mainnya tiga kali, nanti yang banyak dapat logo piala ya! Pampam ngerti khan?” Suatu siang di gerbong makan perjalanan Gambir-Bandung tuan putri menjelaskan konsep gamenya.

Saya hanya bisa terpana, bangga, bahagia. Saat itu, saya dan putri saya berbagi sebuah pengalaman (bermain) yang luar biasa.

Keluarga bermain

Dalam sebuah laporan khusus yang diterbitkan pada 2016 lalu, World Economic Forum memberikan rekomendasi terkait pendekatan pembelajaran berbasis bermain (Play/Game-based learning) untuk membantu proses pembelajaran berbagai kemampuan yang dibutuhkan di abad 21 (21 century skills).

Baca juga: Ini Cara Seru Agar Guru Bisa Salurkan Keterampilan Abad 21 di Kelas

Dalam laporan lainnya di 2018 kemarin, Accenture (sebuah konsultan internasional) membahas pergeseran konsep pembelajaran, salah satu rekomendasinya adalah untuk percepatan/perbanyakan berbagai bentuk experiential learning atau proses pembelajarannya dengan merasakan/melakukan langsung. Game-based learning, atau pembelajaran berbasis game merupakan salah satu bentuk dari experiential learning ini. 

Apa hubungann antara bermain dengan semua ini untuk kita orang tua/guru?

Dalam konteks di atas, pada dasarnya setiap kegiatan bermain (game) yang kita hadirkan di tengah keluarga sebenarnya bisa menjadi sebuah sesi experiential learning yang menarik. Sayangnya, sebuah experiential learning baru bisa sukses ketika kita mau saling berbagi experience (pengalaman) atau setidaknya mau mengapresiasi experience yang dirasakan oleh pemain lain. Ini yang mungkin jadi masalah, karena sebagian besar dari kita (saya sendiri salah satunya), entah kenapa tampaknya sulit melakukan hal ini dengan anak-anak kita.

Baca juga: Surat dari T1: Board Game dan Proses Pembelajaran Yang Lebih Manusiawi

Ketika anak-anak kita masih kecil, game yang mereka mainkan mungkin terlalu konyol atau mudah untuk kita sehingga kita malas memainkannya dengan mereka. Kita lupa, bahwa game yang mungkin kita anggap konyol, adalah sesuatu yang sangat menantang atau menyenangkan untuk mereka. Sebaliknya ketika anak-anak kita dewasa, game mereka terlalu kompleks untuk kita dan kita beralasan waktu kita terlalu berharga untuk mempelajarinya.

Bermain bersama anak

Keengganan kita untuk sungguh-sungguh terlibat bermain dengan mereka, mungkin adalah sinyal ketidakmampuan kita untuk menghargai berbagai pengalaman yang mereka miliki atau bahkan menghargai mereka sebagai individu yang utuh. Hal ini mungkin yang salah satu penyebab, semakin anak-anak kita dewasa, mereka semakin enggan berbagi cerita (pengalamannya) dengan kita.

Baca juga: Jangan Dianggap Remeh, Anak-Anak Lebih Jago Main Board Game Lho!

Bermain game, mungkin adalah sebuah proses latihan paling menyenangkan untuk kita (orang tua ataupun guru) agar bisa belajar menghargai anak-anak kita, apa yang mereka pahami, dan apa yang mereka rasakan sepenuhnya. Yang kita perlukan mungkin hanyalah kesungguhan untuk mencoba. Jika hal itu masih terlalu sulit, mungkin bisa kita mulai dengan hadirkan senyum dan tanya: “sudah main apa saja hari ini?”

Eko Nugroho, pakar Game-based learning
dan Ayah dari seorang tuan putri

You may also like