Permintaan Istri Pada Suaminya: Ayah, Mainnya Nanti Aja Ya? [Keluarga Bermain]

Permintaan Istri Pada Suaminya: Ayah, Mainnya Nanti Aja Ya? [Keluarga Bermain]

  • Opini
  • September 14, 2019
  • 290
  • 7 minutes read

Ada seorang Ayah kebingungan karena anaknya mulai bertanya-tanya soal sebuah game mobile yang populer. 

“Bun,” kata Ayah itu ke istrinya, “kayaknya aku harus belajar game itu deh. Supaya aku tau anak kita main apaan.” 

Istrinya mengangguk dan tersenyum. Senang sekali melihat seorang Ayah tertarik dan mau terlibat dengan apa yang dilakukan anaknya. Mungkin ia teringat betapa banyak Ayah di negeri ini yang hanya bisa nyuruh dan ngomel saja. 

Bermain bersama Ayah

Apa yang dilakukan Ayah ini mungkin sedikit-banyak sesuai dengan nasihat dari Mas Eko Nugroho dalam kolom Keluarga Bermain sebelumnya yang berjudul Sudah Bermain Apa Saja Hari Ini?

Bermain game, mungkin adalah sebuah proses latihan paling menyenangkan untuk kita (orang tua ataupun guru) agar bisa belajar menghargai anak-anak kita, apa yang mereka pahami, dan apa yang mereka rasakan sepenuhnya. Yang kita perlukan mungkin hanyalah kesungguhan untuk mencoba.

Lalu, bagaimana tanggapan Ayah tersebut soal game tadi? 

Ya, permainan itu memang seru, ia menampilkan pertempuran di sebuah arena secara online. Setiap pemain bisa tergabung dalam sebuah tim tertentu, baik dadakan maupun tidak. Lalu, karena online, ia juga jadi ajang bertemu pemain lain dari –mungkin– seluruh dunia. 

Baca juga: Pentingnya Bermain untuk Orang Tua [Keluarga Bermain]

Sang Ayah pun kepincut. Ia bukan saja memahami game itu, ia juga asyik memainkannya. Bahkan, boleh dibilang, lebih asyik dari anaknya sendiri. 

Suatu kali, sang istri baru saja selesai memeriksa tugas anak-anaknya ketika ia tersadar. Kenapa suaminya belum pulang juga? Padahal sudah cukup larut malam.

“Dek,” ia memanggil anaknya yang laki-laki. “Ayah tadi bilang nggak mau ke mana abis dari kantor?” 

“Nggak” 

“Coba cek di game itu Dek. Online gak dia?” 

Tak berapa lama anaknya berseru. “Ada Bun!” 

Main Terooos! 

Untungnya itu bukan kejadian di diri saya. Tapi itu kejadian sungguhan di salah satu keluarga teman istri saya. Beneran. Saya bukan cuma ngeles kok! Sumpah! 

Baca juga: Menunggu Anaknya Bermain, Seorang Ayah Patah Hati [Keluarga Bermain]

Begini lho. Saya nggak bisa main mobile game terlalu lama. Jadi nggak mungkin mengalami itu. Tapi bukan berarti saya tidak mengalami hal serupa.

Belum lama ini sebuah permainan kartu populer dunia masuk secara resmi ke Indonesia. Sebutlah Pokemon trading card game (atau collectible card game?) yang sangat populer di berbagai belahan dunia sampai-sampai ada kejuaraan dunianya! 

Saya memang tidak keranjingan game online. Tapi sekarang, setiap kali melihat Indomaret saya jadi ada keinginan untuk mampir dan beli satu atau dua booster pack

Untungnya, anak saya yang laki-laki juga suka memainkan game ini. Bukan pada taraf kompetitif sih. Tapi dia menikmati aksi saling serang monster-monster kecil itu. 

Jadi pada waktu-waktu luang tertentu, terutama di akhir pekan, kami akan memainkan versi kami sendiri dari permainan ini. Bagian dari keseruannya bukan hanya ketika kami “beradu Pokemon” tapi ketika sama-sama melakukan pengelompokkan atas Pokemon apa saja yang sudah ada dalam koleksi kami dan apa saja kemampuannya.

Baca juga: Permainan Kartu Pokemon Sedang Marak, Bahaya Nggak Ya Untuk Anak?

Mas Eko Nugroho, dalam sebuah diskusi di grup Chat, menarik kesamaan antara aktivitas dalam game kartu Pokemon dengan aksi mengoleksi perangko atau mata uang asing di masa lalu. Saya pun — setelah merasakan sendiri sensasinya — bisa mengamini hal itu.

Memang game kartu Pokemon ini benar-benar membangun perasaan Gotta Catch ‘Em All. Tapi maaf, saya permisi dulu, mau ke Indomaret.

You may also like