5 Kesalahan Umum Desainer Boardgame pada Gim Pertamanya
- Designer LogOpini
- March 17, 2020
- 365
- 13 minutes read
Bagi kamu yang pernah mencoba, mungkin kamu setuju bahwa mendesain boardgame rasanya bagaikan menantikan kelahiran anak. Kita yang terbiasa memainkan gim jadi, kini dihadapkan dengan purwarupa dimana gores dan lipatannya murni dari gagasan sendiri. Setiap kesempatan kita gunakan untuk mengasah, hingga akhirnya ia muncul dalam wujud paripurnanya. You just can’t help being proud.
Namun selayaknya karya seni lain, membuat boardgame untuk pertama kali rentan dengan berbagai kesalahan. Wajar saja karena butuh waktu dan pengalaman untuk melakukannya secara efektif. Namun setidaknya kamu bisa menghindari kesalahan demi kesalahan yang umum dilakukan yang telah penulis rangkum dalam lima poin berikut :
1. Terlalu fokus pada estetika di fase prototype
Kesalahan yang pertama ini sangat lumrah terjadi – bahkan kepada seseorang yang sudah paham bahwa ini salah. Desainer seringkali menginginkan gim buatannya terlihat “jadi” lebih cepat dengan menggarap ilustrasi dan komponennya di fase prototype.
Secara psikologis, melihat karya kita sudah “berbentuk” dalam balutan ilustrasi dan komponen lengkap memang sangat memuaskan. Namun yang perlu diingat, gim dalam status prototype masih membuka banyak peluang perubahan. Menggarap ilustrasi secara prematur tidak saja memakan waktu – namun juga berpotensi sia-sia karena bisa jadi ilustrasi tersebut tidak relevan di iterasi berikutnya.
Seringkali juga desainer merasa sayang untuk mengubah bagian gim karena sudah berinvestasi dalam bentuk komponen atau ilustrasi. Hal ini menambahkan barrier / penghalang yang tidak perlu dalam proses kita mendesain sebuah gim yang baik.
Do Instead :
Minimkan effort untuk hal estetik selama fase prototype. Cari simbol dan gambar jadi di internet sebagai placeholder art. Fokuskan di pengembangan gameplay.
2. Playtesting di grup yang itu-itu saja
Secara umum playtesting ada beberapa fase : Self playtest, Expert playtest, dan Random / Open Playtest. Ketiganya punya fungsinya masing-masing. Namun karena beberapa alasan, seringkali desainer lebih memilih mencoba iterasi gimnya berulang-ulang kepada grup yang sama. Jika masih di fase expert playtest, hal ini bisa dimaklumi. Namun setelahnya, adalah wajib untuk melakukan playtest secara terbuka sehingga kita mendapatkan simulasi penerimaan gim secara lebih obyektif.
Inilah yang seringkali menjebak. Mencoba gim di grup yang sama berarti pemain-pemainnya sudah mempunyai pengetahuan tentang gimnya sebelum bermain. Kondisi ini menyebabkan bias. Kita jadi sulit mendapat gambaran pengalaman main ke orang yang benar-benar baru. Beberapa bug bahkan bisa jadi tidak terlihat karena kurangnya variasi sudut pandang / style bermain para playtesternya.
Do Instead :
Agendakan dan targetkan open playtest. Jika kesulitan, kamu juga bisa bergabung di organized playtest seperti Prototype Day yang diselenggarakan Boardgame.id.
3. Unintended Copycat karena minimnya referensi
Karena popularitasnya belakangan, banyak pihak mulai tertarik untuk coba mendesain boardgame. Beberapa diantaranya datang dari latar belakang non gamers, bahkan yang secara tradisional belum banyak memainkan boardgame modern. Di satu sisi hal ini perlu diapresiasi, namun di sisi lain situasi ini rentan menyebabkan plagiarisme yang tidak direncanakan.
Saat kita hanya membaca komik Dragon Ball, insting pertama kita saat coba menggambar komik adalah menggambar karakter seperti Dragon Ball. Ini adalah fenomena umum yang terjadi kepada anak 90-an (seperti penulis) dimana Dragon Ball sedang Berjaya dan manga (komik jepang) lain belum terdistribusi sebagaimana sekarang. Namun seiring berjalannya waktu dan bertambahnya referensi, kita akan menemukan bahwa ada banyak gaya lain dalam penggambaran karakter.
Begitu juga dalam desain boardgame. Seringkali kita menemukan desain boardgame berbasis mekanisme roll and move dengan track dan card-based action ala monopoly. Tanpa menghakimi monopoly sendiri, dalam banyak kasus kita dapat langsung menyimpulkan bahwa gim tersebut dibuat oleh desainer dengan referensi yang minim.
Tak hanya itu, kita bahkan mungkin melakukan unintended copycat tanpa mereferensikan gim tertentu dalam proses desainnya. Penulis sendiri pernah coba mendesain gim yang ternyata identik dengan gim yang di pasaran meskipun tidak pernah memainkannya sama sekali
Do Instead :
Mustahil memainkan seluruh gim yang pernah terbit. Maksimalkan pengujian gim buatanmu dengan sesama desainer / avid boardgamers dalam fase Expert Playtest. Perbanyak main boardgames atau menonton review dari gim yang sudah ada.
4. Terlalu banyak konten sebelum core gameplay nya solid
Mungkin kamu mengidolakan Dominion. Atau Mage Knight misalnya. Lalu kamu coba membuat gim sendiri. Yang sering terjadi pada desainer dalam skenario ini adalah memulai desain gim dengan 108 kartu action unik – dengan variable player power dan dedicated deck untuk tiap karakter. Memuaskan memang, tapi sebuah bencana untuk proses playtesting dan balancing.
Variasi kartu dan power ada untuk meningkatkan replayability gim. Namun hal ini sia-sia jika kamu tidak memulainya dengan core gameplay yang kuat. Di awal proses desain, kamu harus bisa menyatakan apa core gameplay mu dan mencurahkan tenaga untuk menjadikannya baik. Pastikan core gameplay mu adalah bagian yang menarik – bukan variasi dari elemen di dalamya. Jika ingin coba memasukkan mekanik baru, masukan secara bertahap dan buang segera saat ia tidak menambah seru.
Do Instead :
Jika gim buatanmu memakai card based action, coba mulai dengan 10 kartu inti kemudian tambal sulam sesuai hasil playtest. Mengaplikasikan variable player power di awal proses desain bukanlah ide bagus.
5. Menerbitkan gim setengah matang
Making game is easy – but making good game isn’t. Development boardgame adalah proses yang panjang dan melelahkan. Dan payahnya – tidak semua gim pada akhirnya bisa mencapai kualitas layak untuk diterbitkan. Sebagai desainer kita harus menelan fakta ini bulat-bulat.
Beberapa desainer kadang terlalu terinvestasi secara emosional pada satu gim, dan karena waktu yang dikorbankan untuk gim tersebut membuat mereka bertekad untuk menerbitkannya. Good things right? Namun sayangnya, tidak semuanya bisa mencapai standar publishing.
Kita sebagai desainer pemula punya tendensi untuk segera melihat gim buatan kita mejeng di pasaran. Dan kadangkala kita melakukan ini (menerbitkan gim) dalam kondisi sadar bahwa gim tersebut sebenarnya belum matang betul. Persiapkan mental untuk menerima bahwa mungkin saja gim kita belum layak terbit. Dan itu tidak masalah. Tinggal coba bikin gim lain, kan?
Do Instead :
Selalu lakukan branching. Kembangkan 2-3 gim di waktu bersamaan sehingga kita bisa memilah mana yang terbaik di antaranya. Ask for professional advice. Jangan ragu untuk drop project ketika prototype kita hambar, namun selalu dokumentasikan kegagalan-kegagalan dalam proses desainnya.
Demikian 5 kesalahan yang seringkali dilakukan oleh desainer pada gim pertamanya. Meskipun kalian termasuk yang mengalami, jangan sampai kesalahan di atas terulang kembali dan dan menghentikan kalian untuk mendesain gim ya. Terus asah kemampuan dan jangan ragu untuk menunjukkan progresnya ke publik. Selamat berkarya!