Bermain Board Game Bisa Hindarkan Bahaya Depresi

Bermain Board Game Bisa Hindarkan Bahaya Depresi

Tahun 2017 lalu World Health Organization (WHO) mengumumkan bahwa depresi menjadi penyebab utama masalah kesehatan dan ketidakmampuan di seluruh dunia. Banyak pula kasus bunuh diri yang dipicu oleh depresi berat. Depresi bisa mengancam siapa saja.

Tahun 2003, Eko Nugroho (founder Kummara Game Design Studio) memutuskan berhenti dari pekerjaan untuk melanjutkan kuliah di salah kampus di Jerman. Hampir tanpa persiapan dan hanya berbekal tabungan seadanya ia berangkat penuh keyakinan bisa mendapatkan pekerjaan sampingan untuk mendukung kehidupannya di sana.

Beberapa bulan berlalu, tabungan hampir tidak bersisa dan pekerjaan sampingan tidak semudah yang Eko bayangkan. Merasa gagal, frustasi, menyesali banyak hal jadi santapan setiap hari. Saat itu ia tidak tahu apa itu depresi. Pastinya, berat badan menurun, insomnia, dan ia tidak memiliki semangat untuk melakukan apapun.

Hingga suatu ketika seorang teman mengundang Eko ikut makan malam bersama keluarganya yang kebetulan sedang berkunjung. Selesai makan, ayahnya membuka sebuah kotak besar (waktu itu Ia mengaku tidak tahu, yang kemudian diketahui adalah sebuah board game berjudul Catan). Ia kemudian menjelaskan peraturannya dengan bahasa Jerman yang sedikitpun tidak dimengerti.

Bermain board game bisa mengundang tawa | Foto: Isa Akbar

Dengan pemahaman seadanya, didukung bahasa tubuh sebisanya, Eko tetap ikut bermain bersama. Hampir 2 jam mereka bermain bersama, bertukar sapa dalam bahasa yang beda, dan berbagi gembira. Tanpa disangka Eko berhasil menang dan semua bergantian memeluknya. Bahkan saya masih ingat ketika sang Ayah menepuk pundak Eko sambil berkata “Gutes spiel!” (permainan yang bagus). Saat itu ia kembali merasakan bangga dan bahagia.

Baca juga: Keren! Keluarga Asal Surabaya Ini Ajak Anak Main Board Game Untuk Kurangi Ketergantungan Gadget

Hari itu mengubah pandangan Eko terhadap game sepenuhnya. Ia melihat melihat sebuah media yang mampu mendekatkan mereka yang bahkan tidak bicara dalam bahasa yang sama. Satu media yang membuat sebuah keluarga (asing) bersedia memeluknya. Satu media yang membantunya menemukan kembali semangat, bangga, dan bahagia.

Sejak hari itu, bagi Eko banyak hal menjadi lebih baik dan ia percaya sepenuhnya bahwa game bisa menjadi sebuah media yang mampu hadirkan banyak perubahan baik. Hari itu juga ia berjanji untuk selalu coba hadirkan game terbaik sebisanya.

Ayo Ngobrol dan Bermain Bersama

Data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 lalu menunjukkan bahwa ada sekitar 6% penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas, atau sekitar 14 juta orang, yang mengalami gangguan mental emosional yang ditunjukan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan.

Bermain board game bersama keluarga di PlayTime | Foto: Isa Akbar

Data yang dikeluarkan WHO, diperkirakan ada sekitar 300 juta orang menderita depresi dan angka penderita depresi telah naik lebih dari 18 persen sejak 2005. Hal ini yang kemudian memotivasi WHO untuk menjalankan kampanye “Depression: Let’s Talk”.

“Let’s Talk!” Ayo bicara, ayo ngobrol, ayo berbagi! Walau terkesan sederhana, aktivitas bicara, ngobrol, berbagi sungguh menjadi solusi terbaik untuk meminimalisir bahaya depresi. Untuk mendukung hal tersebut, yang mungkin diperlukan adalah menumbuhkan kembali budaya untuk melakukan aktivitas sehat bersama.

Bermain bersama di setiap keluarga mungkin adalah salah satu bentuk implementasi terbaiknya, apalagi dengan adanya himbauan untuk tetap berada di rumah. Dalam konteks ini Eko percaya game, khususnya board game, bisa menjadi sebuah media yang tepat untuk mendukung hal tersebut.

“Bayangkan jika setiap minggu, 1-2 jam saja, setiap keluarga menyempatkan diri untuk bermain bersama dan merasakan apa yang pernah kehangatan hanya dengan bermain seperti yang pernah saya rasakan sebelumnya.” tutur Eko.

Baca juga: 5 Alasan Mengapa Orang Tua Wajib Ikut Bermain Board Game Bersama Anak

Mungkin itu akan menjadi ruang terbaik untuk kita saling menjaga, untuk bisa saling ngobrol dan bicara, untuk bisa saling berbagi sepenuh hati. Ketika ini terwujud, kita mungkin tidak perlu lagi terlalu khawatir akan bahaya depresi.

Sumber: Kumparan.com

You may also like