Mengajar Pelajaran Bahasa dengan Bermain Werewolf?
- HeadlinePendidikan
- April 30, 2020
- 886
- 6 minutes read
“Aaauuuu!” Terdengar auman werewolf alias siluman serigala di malam yang sunyi.
Begitu fajar menyingsing ditemukanlah salah satu warga telah menjadi korban dari makhluk jadi-jadian yang menyerupai serigala. Siang harinya, para penduduk lalu berdiskusi dan menggelar musyawarah untuk mengambil keputusan bahwa penduduk yang diduga jelmaan siluman srigala haruslah dihukum mati. Setelah debat kusir yang cukup panjang mereka memutuskan menghukum seseorang. Sayangnya, Ia hanyalah seorang warga biasa. Artinya makhluk beringas tersebut masih ada di antara penduduk.
Terdengar seram? Tenang, semua itu hanya permainan kok, judulnya Werewolf atau dikenal juga dengan nama Mafia. Kurang lebih paragraf sebelumnya menceritakan bagaimana alur permainan Werewolf berjalan. Ya! Werewolf adalah permainan sederhana yang mengandalkan banyak kemampuan bersosialisasi dan komunikasi.
Menariknya, permainan tersebut bisa dimainkan banyak orang sekaligus, bahkan bisa menampung satu kelas. Betul, jika dimainkan di dalam kelas, semua murid bahkan bisa ikut berpartisipasi. Para guru pun bisa membuat kelas menjadi area bermain sekaligus belajar.
Baca juga: Resep Main Incan Gold, Belajar Mengenal Risiko & Berani Ambil Keputusan
Belajar apa? Karena permainan ini yang diadu adalah adu cakap, tentu saja belajar bahasa. Bisa bahasa Indonesia, bahasa Inggris maupun bahasa yang lain. Selama permainan para pemain akan diminta untuk saling memberikan argumen dan juga beropini. Guru bisa memanfaatkan Werewolf untuk mengajarkan siswa-siswinya menyusun kalimat opini yang baik.
Dalam sesi Werewolf, diperlukan adanya moderator yang menggiring dan mengatur jalannya permainan. Guru bisa mengambil peran ini. Sedangkan murid-murid bisa mengambil peran sebagai siluman srigala, warga, kepala desa, peramal ataupun yang lain sesuai kartu peran yang ada.
Belajar mengungkapkan opini yang baik dan benar
Pada dasarnya, alur dan fase permainan dipimpin oleh moderator. Setiap kali ada murid yang melemparkan opini, guru bisa membantu mengulang frasa apa yang dikatakan murid lalu membedahnya. Setiap opini biasanya diikuti dengan argumen.
Budi adalah werewolfnya karena mukanya tidak terlihat panik
“[subyek] + adalah werewolfnya + [argumen]”
Guru bisa membantu menyempurnakan kalimat anak-anak dengan mengenalkan kata yang memperkuat opini.
Semalam aku melihat Candra banyak bergerak jadi aku yakin dia werewolfnya”
“Semalam aku melihat + [subyek] + [argumen] + jadi [kepastian] dia werewolfnya”
Sebaliknya, bisa juga mengenalkan kata-kata yang bisa mengungkapkan opini namun ada sedikit keraguan
Mungkin memang Budi sih yang jadi werewolfnya soalnya dia sepertinya juga jarang bicara
[ragu] + memang + [subyek] + sih yang jadi werewolfnya soalnya + [ragu] + [argumen]
Jadi yang perlu dilakukan guru selain menjadi moderator adalah memperhatikan opini yang diucapkan para pemain. Pemain lain juga bisa diminta untuk saling mendengarkan baik-baik komunikasi yang terjadi. Bisa jadi ada informasi penting yang disampaikan.
Guru bisa memberikan saran apabila cara pengucapan opini murid kurang tepat jika misal murid ingin menyatakan keraguan tapi Ia malah berkata sebaliknya. Bukankah belajar bahasa adalah soal mendengar dan berucap?
Untungnya selama masa pandemi dan harus tetap di rumah. Guru bisa mempraktekannya lewat aplikasi video call seperti Zoom. Pemain tinggal diminta tutup mata dan buka mata saat dipanggil moderator. Bisa juga dimainkan via teks dengan memanfaatkan aplikasi Telegram.
Baca juga: Sekarang Kamu Bisa Bermain Werewolf di Telegram!
Saat murid mengirimkan pesan opini guru, bisa menegur, mengkoreksi atau memberi saran untuk membentuk kalimat opini yang baik dan jelas. Bagaimana? Ada guru yang tertarik mengajar bahasa dengan bermain Werewolf?
Atau malah penasaran sekaligus tertarik memanfaatkan board game Indonesia untuk dijadikan media belajar-mengajar yang efektif? Cek aja halaman katalog di bawah ini untuk daftar board game Indonesia yang bisa dipesan secara online: