Surat dari T1: Coto Makassar
- HeadlineOpiniSurat Dari T1
- February 5, 2018
- 363
- 4 minutes read
Beberapa waktu lalu berkesempatan mampir di Makassar. Ada perasaan gembira ketika tahu bahwa di samping hotel ada Coto Makassar. Kuahnya yang kaya rasa, dagingnya yang lembut, taburan bawang goreng yang manis, daun seledri segar, sambel tauco asam pedas, dan buras (ketupat khas makassar) yang gurih jadi kombinasi yang luar biasa. Puas, kagum, dan gembira bisa menikmati salah satu maha karya Indonesia muncul ketika satu porsi habis tidak tersisa.
Kenikmatan coto makassar tak terlepas pula dari tradisi peramuaanya menggunakan kuali tanah yang disebut dengan korong butta atau uring butta ditambah sambal tauco asal tiongkok dan buras sebagai pelengkap sempurna. Kabarnya diperlukan sekitar 40 macam rempah untuk membuat Coto Makassar.
Orang Makassar menyebutnya ampah patang pulo. Rempah tersebut diantaranya terdiri dari kacang, kemiri, cengkeh, pala, foeli, sere yang ditumbuk halus, lengkuas, merica, bawang merah, bawang putih, jintan, ketumbar merah, ketumbar putih, jahe, laos, daun jeruk purut, daun salam, daun kunyit, daun bawang, daun seldri, daun prei, lombok merah, lombok hijau, gula talla, asam, kayu manis, garam, papaya muda untuk melembutkan daging, dan kapur untuk membersihkan jeroan.
Coto Makassar disinyalir juga merupakan jenis masakan sup atau kuah yang tertua di Indonesia (diduga sejak kerajaan Gowa 1538). Para pelaut bugis yang saat itu berdagang ke seluruh Nusantara kemungkinan ikut memperkenalkan Coto Makassar dan menginspirasi berbagai masakan sejenis: soto Madura, Tegal, Betawi, Banjar, Medan, dan Padang.
Fakta bahwa satu karya bisa menginspirasi banyak karya lainnya – sungguh hal yang luar biasa. Saya sungguh-sungguh percaya kita bisa melakukan hal yang sama lewat board game Indonesia. Saya percaya board game Indonesia bisa menginspirasi hadirnya warna baru game Indonesia, bahkan dunia.
Namun seperti halnya Coto Makassar, kita mesti memiliki kemampuan untuk meracik dan memasak puluhan bumbu untuk jadi kombinasi yang penuh rasa. Kita harus berani menggunakan berbagai bumbu yang bahkan belum pernah dikombinasikan sebelumnya, menemukan cara memasak yang tepat, dan menemukan para “pelaut ulung” yang bisa membawanya ke berbagai tempat.
Sejak beberapa tahun terakhir makin banyak karya board game Indonesia yang hadir. Hadirnya ‘para pelaut ulung’ Indonesia di Essen SPIEL 2014 dan 2017 juga semakin meyakinkan banyak pihak akan potensi board game Indonesia. Market lokal semakin bergeliat-bersemangat, berbagai komunitas muncul di banyak kota. Berbagai institusi dari mulai KPK, Universitas, OJK, hingga sekolah mulai sadar akan potensi board game sebagai media pembelajaran yang efektif. Board game library, cafe, dan kegiatan playtime hadir di berbagai kota – memberi bukti bahwa sungguh industri board game Indonesia punya potensi luar biasa.
Namun kita harus senantiasa sadar, bahwa masih ada banyak bumbu yang menanti untuk kita kombinasikan, ada banyak cara memasak yang harus kita pelajari, dan ada banyak pihak yang masih perlu kita ajak mencicipi. Ini waktu terbaik untuk terus belajar meracik karya terbaik dan untuk saling menjaga agar tidak saling tarik menarik demi sekedar untung setitik atau panggung tenar yang cuma berlangsung beberapa detik. Saatnya kita tunjukkan bahwa industri board game Indonesia bisa menjadi salah satu sektor industri kreatif terbaik di Indonesia dan memberi kontribusi positif bagi kemajuan bangsa.
Eko Nugroho,
Koordinator tim penulis/redaksi boardgame.id