Scot Osterweil: Dari Bermainlah Kita Belajar Hal Baru
- HeadlineOpiniPendidikan
- November 11, 2019
- 326
- 5 minutes read
Game Based Learning Festival 2019 (GBL Fest 2019) baru saja digelar di salah satu gedung SBM ITB Bandung hari Sabtu lalu (09/11). GBL Fest pertama ini mengundang Scot Osterweil, seorang game designer & creative director of education arcade dari MIT sebagai salah satu pembicara.
Baca juga: Game Based Learning Festival 2019 Buktikan Belajar Lewat Game Itu Berhasil
Sebelum memulai sesinya, Scot mengajak para peserta yang berada di Auditorium Nemangkawi SBM ITB untuk bermain tic-tac-toe dengan pemain di sebelahnya. Hanya dalam hitungan kurang dari dua menit, Scot berhasil menyita perhatian peserta dan membuat suasana lebih cair dan sedikit ramai.
Usai bermain ia berkata bahwa sesungguhnya kegiatan bermain adalah aktivitas yang dilakukan sukarela dan semua menikmatinya. Buktinya para peserta dengan ikhlas bermain “stupid game” karena lebih dari 50 persen permainan ini berujung seri alias tidak ada pemenang.
Dalam sesinya, Scot ingin menekankan bahwa game dan belajar itu sebenarnya hal yang berkaitan dan cenderung tidak terpisahkan. Ia mencontohkan saat manusia pertama memulai bermain golf. Pasti awalnya mukul pun meleset. Setelah dicoba lagi pola terpukul hanya terlempar 10 meter. Dipukul lagi berhasil lebih kencang namun terlempar ke arah yang tidak kita inginkan. Hal ini dilakukan berulang sampai akhirnya cukup mahir. Melakukan hal berulang kali dengan sukarela dan menyenangkan, itulah game.
Dari contoh golf di atas, Scot menarik benang merah. Game yang baik adalah game yang bisa memberikan feedback atau timbal baik untuk pemainnya. Ketika pemain memukul ke arah yang salah Ia mendapat pelajaran mungkin cara pukulnya seharusnya begini atau begitu, kemudian mencobanya kembali. Setiap pukulan menjadi materi pelajaran untuk si pemain menjadi pegolf yang lebih baik.
Sesi Scot ditutup dengan mengajak para peserta Seminar bermain salah satu game yang Ia kembangkan di MIT. Game ini berjudul Zoombinis dan bisa diaskes lewat platform steam. Game ini pada dasarnya adalah puzzle game. Pemain harus membawa sekelompok makhluk yang berada di bawah ke platform di atasnya.
Game ini tidak memberikan petunjuk apapun, game ini tidak memberikan tutorial (kecuali kamu klik simbol “?” untuk bantuan). Pemain benar-benar harus “trial and error” mencoba klik sana sini untuk melihat apa yang terjadi. Di situlah proses belajar yang sesungguhnya terjadi. Pemain dari yang tidak tahu sama sekali harus berbuat apa, lambat laun mulai mengerti apa yang harus mereka kerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Pemain cukup menemukan pola kerja puzzle di setiap levelnya, namun perlu coba ini-coba itu untuk mengetahui si pola tersebut.
Menurut Scot, game bisa memberikan ruang para pemainnya untuk belajar lebih. Game memberikan ruang untuk gagal berkali-kali tanpa ada yang memarahi untuk kemudian belajar dari kesahalan dan menjadi lebih baik (dalam hal ini menyelesaikan level).
“The game itself give feedback to the player, so they can be better,” ujar Scot.
Game apapun bentuknya, mau digital game, mobile game ataupun board game bisa memberikan kesempatan belajar yang lebih seru dan mungkin lebih interaktif dibanding cara belajar yang konvensional di sekolah.
Jadi, tidak semua game itu buruk ya. Asal tahu bagaimana orang tua atau guru menyikapinya, mungkin bisa ditarik sesi diskusi bersama agar anak tidak cuma asyik bermain tapi tetap mendapatkan ilmu baru dari game yang dia mainkan.
GBL Fest 2019 berhasil diadakan berkat kolaborasi oleh Ludere Nusantara (Ludenara), Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan SBM ITB.